RSS

Tanya Hatiku

Tanya hatiku…jangan Tanya temanmu!

Membingungkan.

Selama liburan ini aku terenung (bukan merenung yang dalam bahasa artinya sengaja. Terenung artinya tidak sengaja). Tapi bukan tentang dosa dan kesalahan yang selama lebih dari setengah tahun (terhitung sejak tahun baru lalu) aku lakukan (baik sengaja maupun tidak sengaja). Renunganku kali ini tentang hati dan kisah kasihku yang terlalu ekstrem. Orang yang dari zaman dahulu kala mengenalku pasti mengetahui riwayat kisah cintaku yang payah ini (aku ga yakin adhin, lisa, ana atau siapapun yang mengenalku aku sejak SMP tahu secara detail kisahku)

Menyakitkan.

Ketika aku sadari bahwa kisahku ternyata tak semulus yang aku ceritakan (kalian tahu kan setiap orang pasti melebihkan atau mengurangi cerita mereka dari apa yang terjadi). Namun justru sangat menyakitkan.

Menyedihkan.

Ketika aku mengingat, yang teringat kuat dalam ingatan justru kisah yang menjadi pokok utama, gagasan utama, benang merah, kerangka pokok dari hidupku. Cinta dimana aku benar-benar menggunakan hatiku dan mengabaikan faktor realita. Cinta yang membuatku tak sanggup berpikir dengan jernih.

Perlukah aku ceritakan?

Cinta ini mulai tumbuh saat aku duduk di kelas 4 SD. Saat itu bisa-bisanya aku menyukai kakak kelasku yang duduk di kelas 6 SD.

8 tahun sudah aku berhasil menjaga perasaan ini agar terus tumbuh dan bersemi. Sudah berpuluh-puluh kali rasa ini berbunga, namun berjuta kali rasa ini layu hingga merontokkan kuncup-kuncup bunga yang bahkan belum sempat mekar.

8 tahun. Aku memendam rasa padanya. Dan ia tak pernah peduli, ia tak pernah mau tau akan rasa ini. Selama liburan ini aku terus berusaha agar aku bisa memperbaiki hubunganku yang hancur dengannya, namun sayang. Aku tak sanggup menemukannya. Ia terlalu pengecut untuk mendengarkan apa yang akan aku ceritakan padanya. Tentangku, tentang cintaku, tentang kisahku.

Ia tak pernah tau bahwa aku di sini tetap berdiri menantinya. Aku hanya ingin memberi tahu padanya bahwa masih ada aku yang tetap menjaga cintaku untuknya (meskipun banyak penyelewengan perasaan di dalamnya, rasa untuknya tetap merupakan rasa yang paling dominan).

Aku menyadari bahwa rasa untuknya mengalahkan segala rasa yang menyamarkan kesetiaanku padanya. Aku tahu, tindakan yang aku lakukan selama ini (melarikan perasaanku untuk berpaling darinya) adalah tindakan yang salah besar. Tapi semua itu karena aku terpengaruh oleh orang lain. Kau tahu, dalam hidup kita tidak hanya mendengarkan pendapat kita, tapi juga golongan. Dan aku menerapkannya karena aku sadar, aku tak sanggup menahan beban rasa ini sendirian.

“cowok masih banyak, yu! Bukan cuman robi-mu seorang. Kamu pantes dapetin cowok laen yang lebih baik daripada dia yang cuman diem sedang ada cinta yang selalu menantinya”

“dia satu-satunya cowok yang aku sayang. Aku juga ga pernah tau kenapa aku selalu optimis buat sayang ama dia. Yang pasti rasa ini ga pernah bisa ilang walaupun ada labirin yang mencoba melingkupi, rasa ini hanya akan tersamarkan oleh labirin itu. Sedang sebenernya rasa ini akan selalu ada untuknya. Akan selalu hangat menyambutnya jika ia berniat datang memeluk cinta ini…”

Yah…itulah yang selama ini kurasakan untuknya. Aku selalu berusaha mencari dimana keberadaanmu. Setidaknya, aku berusaha untuk menjadi temanmu agar aku selalu tahu bagaimana kabarmu di sana. Aku telah mempertaruhkan rasa maluku untuk menanyakan tentang dirimu pada sahabatmu. Aku telah mengunci rapat-rapat urat-urat maluku hanya untuk mengetahui informasi terbaru tentang dirimu. Aku tak ragu menyalami ibumu, dan aku tak sanggup menahan beban ini sendiri.

Andai kau bisa tau, seberapa besar rasa maluku ini menanti untuk diledakkan. Ah…kau bahkan tak mau peduli, aku mempertaruhkan diriku untuk melakukan semua ini. Sakit hatiku waktu fahmi bilang “katanya dia kapok”

Okeyh…aku berniat takkan mengusikmu lagi. Biarlah aku saja yang memendam rasa ini selalu untukmu, walaupun aku tahu kau takkan pernah membalas apa yang ku persembahkan untukmu.

0 komentar:

Post a Comment